Blog ini didedikasikan untuk kepentingan pengetahuan dunia islam dan hal-hal berkaitan dengan keislaman. Semoga jadi ajang diskusi yang sehat buat kita. jazakallahu khairan....

Terbaru | Video | Mp3 Kajian

Senin, 04 Februari 2013

Home » , » Ummu Sulaim Al Ghumaisha binti Milhan

Ummu Sulaim Al Ghumaisha binti Milhan


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku masuk ke dalam surga, lalu aku mendengar suara langkah orang berjalan. Aku bertanya: ‘Siapa itu?’ Mereka (para malaikat) menjawab: ‘Dia adalah Al Ghumaisha (wanita yang mudah menangis) putri Milhan.”‘ (HR Muslim)[1]
1. Perkawinan Ummu Sulaim Sangat Istimewa
Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Diperlihatkan kepadaku surga, lalu aku melihat istrinya Abu Thalhah.” (HR Muslim)[2]
Dalam perkawinannya dengan Abu Thalhah terdapat kisah yang menunjukkan kekuatan iman dan harga dirinya. Dari Tsabit Al Banani, dari Anas, dia berkata: “Abu Thalhah meminang/melamar Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata: ‘Demi Allah, orang seperti kamu ini, wahai Abu Thalhah, tidak mungkin ditolak. Cuma sayangnya kamu masih kafir, sementara aku adalah wanita muslimah. Tidak halal bagiku kawin denganmu. Tetapi jika kamu mau masuk Islam, maka itulah maskawinku, dan aku tidak akan meminta yang lain lagi kepadamu (padahal Abu Thalhah adalah orang Anshar yang paling kaya karena kebun kurmanya di Madinah).[3] Akhirnya dia masuk Islam dan itulah yang dia jadikan mahar untuk mengawini Ummu Sulaim.” Tsabit Al Banani berkata: “Aku belum pernah melihat seorang wanita sama sekali yang lebih mulia maskawinnya dibandingkan dengan maskawin Ummu Sulaim.” (HR an-Nasa’i)[4] Tepat sekali pilihan Ummu Sulaim. Abu Thalhah akhirnya menjadi salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang paling menonjol, pahlawan yang sangat berani dan sangat pemurah berkorban di jalan Allah.
2. Keutamaan Suami Ummu Sulaim
Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Ketika terjadi Perang Uhud, banyak pasukan Islam yang lari meninggalkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Tetapi, Abu Thalhah tetap bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan dia melindungi nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sebuah tameng miliknya. Abu Thalhah terkenal sebagai seseorang yang mahir dalam urusan memanah dan juga sangat pemberani. Pada waktu itu Abu Thalhah membawa dua atau tiga busur sekaligus. Namun sayang dia kehabisan anak panah. Beruntung pada saat itu ada yang memberinya anak-anak panah. Sementara itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menengok ke luar untuk melihat keadaan pasukannya yang porak poranda. Lalu Abu Thalhah berkata: ‘Wahai Nabiyullah, demi bapak dan ibuku, jangan engkau lakukan itu. Saya tidak ingin engkau menjadi sasaran anak panah musuh, biar leher saya saja yang terkena, asal jangan leher engkau …’ Pedang sempat jatuh dari kedua tangan Abu Thalhah dua atau tiga kali.” (HR Bukhari dan Muslim)[5]
Anas bin Malik berkata: “Abu Thalhah adalah seorang sahabat Anshar yang paling banyak hartanya di Madinah berupa pohon kurma. Hartanya yang paling dia senangi adalah taman Bairuha’ yang letaknya menghadap ke masjid. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa memasuki taman itu dan meminum airnya yang bagus.” Anas berkata: bahwa ketika turun firman Allah yang berbunyi: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai,” Abu Thalhah berusaha menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah berfirman: ‘Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.’ Harta yang paling aku cintai adalah taman Bairuha’ dan aku ingin menyedekahkannya untuk Allah dengan harapan aku bisa memperoleh kebajikan-Nya dan menjadi simpanan di sisi Allah. Lakukanlah sesuatu, wahai Rasulullah, terhadap taman itu sesuai dengan yang diridhai Allah.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Wah, harta itu banyak mengalirkan pahala kepada pemiliknya atau banyak menghasilkan untung.” (Abdullah ragu): “Dan aku telah mendengar dan paham apa yang baru kamu katakan. Menurutku, sebaiknya kamu berikan saja kepada anggota keluargamu yang terdekat.” Abu Thalhah berkata: “Akan aku laksanakan, wahai Rasulullah.” Lalu Abu Thalhah membagi-bagikan harta yang paling dicintainya itu kepada kaum kerabatnya yang terdekat, dan juga kepada keponakan-keponakannya.” (HR Bukhari dan Muslim)[6]
3. Penuh Perhatian dan Kesabaran terhadap Suami
Anas mengatakan bahwa anak Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya: “Jangan kalian ceritakan kepada Abu Thalhah perihal anaknya itu. Biar aku sendiri yang akan bercerita kepadanya.”
Anas berkata: “Ketika Abu Thalhah datang, Ummu Sulaim menghidangkan santap malam kepadanya. Setelah Abu Thalhah makan dan minum dengan puas, Ummu Sulaim pergi ke kamar untuk bersolek secantik mungkin. Abu Thalhah bangkit nafsu birahinya sehingga dia lalu menggaulinya. Setelah melihat Abu Thalhah kenyang dan kebutuhan biologisnya telah terpuaskan, Ummu Sulaim mulai berkata: “Wahai Abu Thalhah, bagaimana menurutmu jika ada satu kaum meminjamkan barangnya kepada suatu keluarga misalnya, kemudian mereka memintanya kembali barang yang dipinjamkan tersebut, apakah keluarga tersebut berhak menolaknya?” Abu Thalhah menjawab: “Tidak.” Ummu Sulaim berkata: “Kalau begitu, tabahkanlah hatimu dengan kematian anakmu.” Abu Thalhah menjadi marah, dia berkata: “Kamu biarkan aku menikmati pelayananmu, kemudian baru kamu beritahukan kepadaku tentang anakku.” Abu Thalhah pergi menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menceritakan apa yang telah terjadi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Mudah-mudahan Allah memberi berkah pada malam yang telah kalian lewati dengan manis itu.” Ummu Sulaim kemudian hamil.
Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bepergian dan kebetulan Ummu Sulaim ikut bersama beliau. Apabila memasuki kota Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasanya tidak melakukannya di malam hari sehingga harus mengetuk-ngetuk pintu rumah segala. Saat mereka sudah dekat ke Madinah, tiba-tiba Ummu Sulaim merasa sakit karena sudah dekat melahirkan. Abu Thalhah berusaha menolongnya dan menyuruhnya supaya sabar. Sementara itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terus saja berjalan. Abu Thalhah berkata sendiri: “Ya Tuhan, Engkau tahu sendiri bahwa aku senang sekali bisa selalu bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Aku sudah berusaha sabar seperti yang Engkau tahu.” Ummu Sulaim berkata: “Wahai Abu Thalhah, rasanya aku tidak mendapati sesuatu yang biasa aku dapati. Berangkat sajalah kamu!” Sepeninggalnya, kembali Ummu Sulaim merasa sakit seperti mau melahirkan. Ternyata dia memang melahirkan seorang anak laki-laki. Ibuku berkata kepadaku: “Wahai Anas, siapa pun tidak boleh menyusukannya sebelum kamu membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam” Pagi-pagi sekali aku bawa anak itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Kebetulan waktu itu aku mendapati beliau sedang membawa besi penyelar (penanda). Begitu melihatku beliau bertanya: “Barangkali saja Ummu Sulaim sudah melahirkan?” Aku jawab: “Benar.” Beliau meletakkan besi penyelar tersebut. Aku bawa anak itu, lalu aku letakkan di pangkuan beliau. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian minta diambilkan sebutir kurma Madinah. Beliau kunyah kurma tersebut di mulutnya sampai hancur, kemudian beliau suapkan ke mulut anak tersebut. Anak tersebut mengecapnya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Lihatlah, betapa sukanya orang-orang Anshar pada kurma.” Setelah itu beliau mengusap wajah anak tersebut dan memberinya nama Abdullah.” (HR Bukhari dan Muslim)[7]
4. Perhatian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap Ummu Sulaim
Anas bin Malik r.a berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah masuk suatu rumah di Madinah (secara terus menerus) selain rumah Ummu Sulaim, kecuali ke rumah para istri beliau. Ketika hal itu ditanyakan, beliau menjawab: ‘Aku merasa kasihan kepadanya karena saudaranya terbunuh sewaktu bersamaku.’” (HR Bukhari dan Muslim)[8]
Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila lewat di dekat Ummu Sulaim, beliau singgah menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya.” (HR Bukhari) [9]
Anas Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang mengunjungi Ummu Sulaim. Lantas Ummu Sulaim menghidangkan kurma dan minyak samin kepada beliau. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Kembalikanlah minyak samin dan kurmamu ke tempatnya masing-masing sebab aku sedang berpuasa. Kemudian beliau pergi ke salah satu pojok rumah, lalu melaksanakan shalat bukan fardu. Beliau memanjatkan doa untuk Ummu Sulaim dan anggota keluarganya.” Lalu Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rasulullah, aku meminta sesuatu yang agak khusus.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Apa itu?” Ummu Sulaim berkata: “Pembantumu si Anas. Tidak satu pun yang tinggal dari kebaikan akhirat, begitu pula dunia, kecuali dia berdoa untukku: ‘Ya Allah, beri rezekilah dia harta dan anak yang banyak dan berkahilah dia.’”
(Anas berkata): “Sesungguhnya aku termasuk di antara orang-orang Anshar yang paling banyak memiliki harta dan putriku Umainah (Aminah) menceritakan kepadaku bahwa anak cucuku yang telah dikaburkan sewaktu kedatangan Hajjaj ke Bashrah lebih dari seratus dua puluh orang.” (HR Bukhari) [10]
Anas bin Malik berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah datang ke rumah Ummu Sulaim dan beristirahat tidur di atas tempat tidurnya. Saat itu Ummu Sulaim tidak ada di rumahnya. Pada hari yang lain beliau juga datang lagi dan beristirahat tidur di tempat tidurnya Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim ditemui oleh seorang sahabat dan diberitahu: ‘Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang tidur di rumahmu, di atas tempat tidurmu.’ Ummu Sulaim segera pulang, dia melihat beliau berkeringat, dan keringat beliau terkumpul pada sehelai hamparan kulit yang terdapat di atas tempat tidur. Ummu Sulaim lalu membuka kotak kecil miliknya. Dia kemudian menyeka keringat tersebut dengan sebuah handuk dan memerasnya ke dalam kotak kecil tadi. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terbangun, lalu bertanya: ‘Apa yang sedang kamu kerjakan ini, wahai Ummu Sulaim?’ Dia menjawab: ‘Wahai Rasulullah, aku berharap mencari berkahnya untuk anak-anakku.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Kamu benar.’” (HR Muslim) [11]
Anas berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling baik budi pekertinya, dan aku mempunyai seorang saudara yang bernama Abu Umair. Dia berkata: ‘Aku mengiranya seusia anak sapihan.’ Setiap beliau datang, beliau selalu bertanya: ‘Hai Abu Umair, apa yang dilakukan burung pipit yang selalu dimainkan Abu Umair?’ Kadang-kadang datang waktu shalat sewaktu beliau berada di rumah kami. Maka beliau meminta diambilkan hamparan yang diduduki oleh Abu Umair, kemudian disapu dan disiram sedikit dengan air. Setelah itu beliau berdiri untuk melakukan shalat dan kami pun berdiri di belakang beliau. Kemudian beliau shalat bersama kami.” (HR Bukhari)[12]
5. Perhatian Ummu Sulaim dan Keluarganya terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Anas bin Malik berkata: “Ketika orang-orang Muhajirin tiba di Madinah dari Mekah, mereka tidak memiliki apa-apa. Sementara itu orang-orang Anshar banyak memiliki tanah dan pekarangan. Orang-orang Anshar kemudian membagikan tanah atau pekarangan kepada saudara-saudaranya dan mereka memperoleh bagi hasil sebanyak separuh setiap tahunnya. Pekerjaan dan biaya penggarapannya juga sudah mereka cukupi. Ibu Anas bin Malik (yaitu Ummu Sulaim) memberikan pohon kurmanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam” (HR Bukhari dan Muslim)[13]
Anas berkata: “Aku diajak oleh ibuku menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Separuh selendangnya dikenakannya kepadaku sebagai sarung dan separuh lagi sebagai selempang. Ibuku berkata: ‘Wahai Rasulullah, si kecil Anas ini adalah putraku. Aku serahkan dia kepadamu untuk melayanimu. Maka panjatkanlah doa kepada Allah untuknya.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berdoa seraya berkata: ‘Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya.’Anas berkata: ‘Demi Allah, sungguh hartaku sangat banyak, sedangkan anak cucuku sudah lebih dari seratus orang sekarang ini.’” (HR Bukhari)[14]
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa dia baru berumur sepuluh tahun ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang ke Madinah: “Ibu menasihatiku supaya terus-menerus dan tabah melayani Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Aku sempat melayani beliau selama sepuluh tahun, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal dunia ketika aku berusia dua puluh tahun.” (HR Bukhari)[15]
Anas berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menemuiku ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa anak sebayaku. Beliau mengucapkan salam kepada kami, kemudian beliau menyuruhku untuk mengerjakan suatu keperluan.. Hal itu membuat aku terlambat pulang kepada ibuku. Begitu aku datang, ibuku bertanya: ‘Apa yang membuatmu terlambat?’ Aku menjawab: ‘Aku disuruh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk suatu keperluan.’ Ibuku bertanya: ‘Apa keperluan beliau itu?’ Aku jawab: ‘Itu rahasia.’ Ibuku berkata: ‘Kalau begitu, jangan kamu ceritakan rahasia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada siapa pun!’ Anas berkata: ‘Demi Allah, andaikata aku boleh menceritakannya kepada seseorang, tentu aku telah menceritakannya kepadamu, wahai Tsabit.’” (HR Muslim)[16]
Anas bin Malik berkata: “Setelah melakukan akad nikah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menemui istrinya. Sementara itu ibuku Ummu Sulaim membuatkan sebaki makanan haisah (yang terbuat dari keju, kurma, dan minyak samin), lalu dia berkata kepadaku: ‘Hai Anas, bawalah makanan ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan katakan: “Ibuku menyuruhku mengantarkan makanan ini kepadamu, dan dia mengucapkan salam kepadamu.” Kemudian katakan kepada beliau: “Ini ada sedikit makanan dari kami untukmu, wahai Rasulullah.”‘ Anas berkata: “Lalu aku pergi membawa makanan itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Sesampainya di tempat beliau, aku berkata: ‘Ibuku mengucapkan salam untukmu dan dia berkata: “Ini ada sedikit makanan dari kami untukmu, wahai Rasulullah.”‘ Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Letakkanlah dulu makanan itu!’ Kemudian beliau berkata: ‘Pergilah kamu memanggil si fulan, si fulan, si fulan, dan orang-orang yang kamu temui …’” (HR Bukhari dan Muslim)[17]
Anas berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyerang Khaibar … dan kami menaklukkannya dengan pertempuran yang dahsyat. Kami mengumpulkan para tawanan. Tiba-tiba datang seorang prajurit yang bernama Dahyah. Dia berkata: “Wahai Nabiyallah, berilah aku seorang tawanan wanita.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Pergilah ambil seorang!” Anas berkata: “Lalu Dahyah mengambil tawanan wanita yang bernama Shafiyyah binti Huyay.” Melihat hal itu, prajurit lainnya bergegas melapor kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Nabiyullah, apakah engkau berikan kepada Dahyah, Shafiyyah binti Huyay, seorang pemuka Bani Quraizhah dan an-Nadhir? Dia itu sama sekali tidak pantas kecuali untukmu, wahai Rasulullah!” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Panggil Dahyah bersama wanita itu ke sini!” Lalu Dahyah datang bersama wanita itu. Setelah melihat wanita itu sejenak, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Dahyah: “Kamu ambil tawanan wanita yang lain saja!” Anas berkata: “Lantas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerdekakan Shafiyyah binti Huyay, kemudian mengawininya …” Ketika sampai di tengah perjalanan, Ummu Sulaim mempersiapkan dan mendandani Shafiyyah. Menurut riwayat Muslim[18]: “Kemudian beliau menyerahkannya kepada Ummu Sulaim dan diperindah. Shafiyyah disuruh menunggu di rumah Ummu Sulaim selama masa ‘iddah. Kemudian pada suatu malam Ummu Sulaim menyerahkan Shafiyyah kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan diadakanlah acara perkawinan.” (HR Bukhari dan Muslim)[19]
6. Cerdas dan Penuh Tawakkal kepada Allah
Anas bin Malik berkata bahwa Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim: “Aku mendengar suara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam demikian lemah. Aku tahu beliau lapar. Apakah engkau mempunyai sesuatu?” Ummu Sulaim menjawab: “Ya.” Lalu Ummu Sulaim mengeluarkan beberapa potong roti dari gandum. Kemudian dia mengambil kerudungnya dan membungkus roti dengan sebagian kerudung itu, lalu dia sisipkan di bawah bajuku, sedangkan sebagian kerudung dia selendangkan ke kepalaku. Kemudian dia menyuruhku pergi ke tempat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam” Anas berkata: “Lalu aku pergi membawa roti tersebut. Aku temukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang duduk di masjid bersama orang banyak. Aku menghampiri mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepadaku: ‘Apakah Abu Thalhah menyuruhmu?’Aku jawab: ‘Ya, benar.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya lagi: ‘Membawa makanan?’ Aku menjawab: ‘Ya.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada orang-orang yang bersama beliau: ‘Bangunlah kalian semua!’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berangkat bersama mereka, sementara aku berada di hadapan mereka untuk segera memberitahu Abu Thalhah. Maka berkatalah Abu Thalhah: ‘Wahai Ummu Sulaim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah datang bersama orang banyak, tetapi kita tidak mempunyai makanan yang cukup untuk dihidangkan kepada mereka.’ Ummu Sulaim berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Lalu Abu Thalhah menyongsong Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang dan masuk bersama Abu Thalhah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Bawa ke sini apa yang ada padamu, wahai Ummu Sulaim!’ Ummu Sulaim datang memberi roti tersebut. Lalu memeras minyak saminnya untuk lauk pauk roti. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakan makanan itu. Setelah itu beliau berkata: ‘Persilakanlah sepuluh orang masuk!’ Setelah diizinkan masuk mereka makan sampai kenyang, kemudian keluar. Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kembali: ‘Persilakan masuk sepuluh orang lagi.’ Setelah diizinkan, mereka pun masuk dan makan sampai kenyang, kemudian pergi. Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kembali memerintahkan: ‘Persilakan masuk sepuluh orang lagi.’ Setelah diizinkan, mereka pun masuk dan makan sampai kenyang. Semua orang makan sampai kenyang hingga jumlah mereka mencapai tujuh puluh atau delapan puluh orang.’ Dan menurut riwayat Muslim[20]: “Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam makan bersama Abu Thalhah, Ummu Sulaim, dan Anas bin Malik. Ternyata masih tersisa, maka kami memberikannya kepada tetangga-tetangga kami.” (HR Bukhari dan Muslim)[21]
7. Ikut Berbai’at dan Menepati Janji
Ummu Athiyyah Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Ketika melakukan bai’at, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menuntut kami untuk tidak meratap. Tidak ada wanita yang menepati bai’at (janji)nya kecuali lima orang saja, yaitu: Ummu Sulaim, Ummu Al ‘Ala’, putri Abu Sabrah, istri Mu’adz, dan dua orang wanita lagi.” (HR Bukhari dan Muslim)[22]
8. Memiliki Sifat Malu yang Positif
Ummu Salamah berkata bahwa Ummu Sulaim datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah wanita wajib mandi apabila dia mimpi (bersetubuh)?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Apabila wanita itu melihat air (mani).” (HR Bukhari dan Muslim)[23]
Benar sekali Aisyah, Ummul Mukminin, yang berkata: “Sebaik-baik kaum wanita adalah kaum wanita Anshar. Mereka tidak dihalangi oleh rasa malu dalam mendalami masalah agama.” (HR Muslim)[24]
9. Ikut Serta dalam Berjihad
Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Ketika terjadi Perang Uhud, banyak pasukan Islam yang lari meninggalkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Aku melihat Aisyah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim sibuk sekali melayani pasukan. Mereka menyingsingkan pakaian sehingga kelihatan olehku gelang-gelang kaki mereka. Dengan langkah cepat mereka mengangkat girbah air di atas punggung mereka untuk memberi minum pasukan Islam. Kemudian pergi lagi mengisi girbah air tersebut, lalu datang lagi untuk memberi minum pasukan sampai isi girbah itu kosong.” (HR Bukhari dan Muslim)[25]
Anas bin Malik berkata: “Pernah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berperang dengan mengajak Ummu Sulaim. Bahkan, beberapa wanita Anshar juga pernah ikut berperang bersama beliau. Tugas wanita-wanita Anshar itu adalah memberi minum dan mengobati pasukan yang terluka (di antara peperangan yang diikuti oleh Ummu Sulaim adalah Perang Khaibar.) [26] (HR Muslim)[27]
Anas mengatakan bahwa pada Perang Hunain, Ummu Sulaim terlihat membawa sebilah parang. Ketika Abu Thalhah melihatnya, dia melaporkan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, lihat Ummu Sulaim itu. Dia membawa sebilah parang.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu bertanya kepada Ummu Sulaim: “Untuk apa parang itu?” Ummu Sulaim menjawab: “Untuk aku gunakan sebagai alat berperang. Begitu ada salah seorang pasukan musyrik yang mendekatiku, akan aku tikam perutnya.” Mendengar jawaban Ummu Sulaim itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersenyum. Ummu Sulaim lalu berkata: “Wahai Rasulullah, bunuhlah orang-orang Thulaqa’ (Thulaqa’ adalah penduduk Mekah yang masuk Islam setelah penaklukan kota Mekah. Dinamakan thulaqa’ atau orang-orang bebas karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membebaskan mereka dengan mengatakan: antumuth thulaqa’. Ketika peristiwa ini terjadi, Islam mereka masih lemah, sehingga Ummu Sulaim menduga mereka orang-orang munafik yang pantas dibunuh, karena mereka lari dari peperangan) yang setelah kamu bebaskan, kini mereka lari darimu.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Wahai Ummu Sulaim, sesungguhnya Allah telah berlaku cukup dan berbuat baik.” (HR Muslim)[28]


[1] Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Ummu Sulaim ibunya Anas dan Bilal Radhiyallahu ‘Anhu, jilid 7, hlm. 145.
[2] ibid
[3] Yang terdapat di dalam kurung diambil dari hadits no. 148.
[4] Shahih Sunan an-Nasa’i, Kitab: Nikah, Bab: Perkawinan dalam Islam, hadits no. 3133, jilid 2, hlm. 703.
[5] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Manaqib Thalhah Radhiyallahu ‘Anhu, jilid 8, hlm. 128. Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Pertempuran kaum wanita bersama kaum pria, jilid 5, hlm. 196
[6] Bukhari, Kitab: Minuman, Bab: Meminta minum air tawar, jilid 12, hlm. 175. Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Keutamaan memberikan nafkah dan sedekah kepada karib kerabat dan suami, jilid 3, hlm. 79.
[7] Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Orang yang tidak terlihat sedihnya ketika ditimpa musibah, jilid 3, hlm. 412. Kitab: Aqiqah, Bab: Memberi nama anak pada pagi hari dia dilahirkan, jilid 12, hlm 6. Muslim, Kitab: keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Abu Thalhah al-Anshari, jilid 7, hlm. 145.
[8] Bukhari, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Keutamaan orang yang mempersiapkan orang yang hendak berperang atau menggantikannya (di rumah) dengan baik, jilid 6 hlm. 390 Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: di antara keutamaan Ummu Sulaim, ibunya Anas bin Malik, jilid 7, hlm 145.
[9] Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Hadiah untuk pengantin lelaki, jilid 11, hlm. 134.
[10] Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: Orang yang berziarah ke tempat suatu-kaum, tetapi tidak berbuka di tempat mereka, jilid 5, hlm. 131.
[11] Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Wanginya keringat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mencari berkah padanya, jilid 7, hlm. 81.
[12] Bukhari, Kitab: Adab, Bab: Kunyah (gelar) untuk anak kecil dan lelaki yang belum punya anak, jilid 13, hlm. 204.
[13] Bukhari, Kitab: Hibah, Bab: Keutamaan pemberian, jilid 6, hlm. 171. Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Orang-orang Muhajirin mengembalikan kepada orang-orang Anshar pemberian mereka, jilid 5, hlm. 162.
[14] Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, jilid 7, hlm. 159.
[15] Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Resepsi perkawinan itu adalah hak (benar), jilid 11, hlm. 138.
[16] Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, jilid 7, hlm. 160.
[17] Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Hadiah untuk pengantin lelaki, jilid 11, hlm. 134. Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Perkawinan Zainab binti Jahasy, jilid 4, hlm. 150. Riwayat ini menurut versi Muslim.
[18] Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Keutamaan memerdekakan budak perempuan kemudian mengawininya, jilid 4, hlm. 147.
[19] Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Apa yang disebutkan mengenai paha, jilid 2, hlm. 25. Muslim, Kitab: Nikah, Bab: Keutamaan memerdekakan budak perempuan kemudian mengawininya, jilid 4, hlm. 145.
[20] Muslim, Kitab: Minuman, Bab: Boleh mengajak orang lain ke rumah orang yang diyakini tidak akan merasa keberatan akan hal itu, jilid 6, hlm. 120.
[21] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam Islam, jilid 7, hlm. 399. Muslim, Kitab: Minuman, Bab: Boleh mengajak orang lain ke rumah orang yang diyakini tidak akan merasa keberatan akan hal itu, jilid 6, hlm. 118.
[22] Bukhari, Kitab: Jenazah, Bab: Hal yang terlarang mengenai meratap dan menangis dan bolehnya membentak karena perbuatan tersebut, jilid 3, hlm. 420. Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Larangan keras meratap, jilid 3, hlm. 46.
[23] Bukhari, Kitab: Ilmu, Bab: Malu dalam menuntut ilmu, jilid 1, hlm. 239. Muslim, Kitab: Haid, Bab: Kewajiban mandi atas wanita tersebut, jilid 1, hlm. 172.
[24] Muslim, Kitab: Haid, Bab: Anjuran menggunakan kapas yang diberi minyak wangi pada tempat yang terkena darah bagi wanita haid ketika mandi, jilid 1, hlm. 180.
[25] Bukhari, Kitab: Manaqib orang Anshar, Bab: Manaqib Abu Thalhah Radhiyallahu ‘Anhu, jilid 8, hlm. 180. Muslim, Kitab: Jihad Bab: Kaum wanita ikut berperang bersama kaum pria, jilid 5, hlm. 196.
[26] Hadits mengenai keikutsertaan Ummu Sulaim pada Perang Khaibar sudah disebutkan sebelumnya dimana Ummu Sulaim mempersiapkan Shafiyyah untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika mereka dalam perjalanan pulang.
[27] Muslim, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Kaum wanita ikut berperang bersama kaum pria, jilid 5, hlm. 196.
[28] ibid.

Dikutip dari http://hasanalbanna.com/
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. infoduniaislam: Ummu Sulaim Al Ghumaisha binti Milhan . All Rights Reserved
Template modify by Creating Website. Inspired from CBS News